Lensa mahasiswa
Media pers IAI At-Taqwa Bondowoso- bergerak lewat tulisan bergerak dengan karya

Kenali Pembagian, Tidak Semua Jenis Air Suci Menyucikan

Kajian kitab fikih Fathal Qarib Bagian I

 

Diantara sesuatu yang bisa digunakan sebagai alat untuk bersuci adalah air, batu, debu, dan menyamak. Dari semua alat tersebut, air merupakan alat bersuci yang sangat dibutuhkan keberadaannya, karena menjamin kebersihannya dibandingkan lainnya.

Berbicara mengenai air yang digunakan untuk bersuci, maka yang perlu diperhatikan ialah bahwa air tersebut suci sekaligus bisa mensucikan, juga statusnya tidak makruh, apalagi sampai diharamkan.

Dalam kitab Fathal Qarib,  tertulis didalam kitab yang menerangkan terkait bersuci. Fasal pertama menerangkan tentang air, dimana air-air yang statusnya boleh digunakan bersuci ada tujuh  macam yaitu : Air hujan, air laut, air sungai, air sumber, air sumur, air embun dan air es atau salju.

Dari tujuh macam air, kemudian terbagi menjadi lima klarifikasi terkait keadaan air tersebut bisa mensucikan (dalam artian digunakan untuk wudhu maupun mandi jinabat) atau tidak. Adapun pembagian air tersebut menjadi empat macam. Berikut pembagiannya,

1. Air suci dan bisa mensucikan hadats maupun najis  serta halal digunakan (tidak makruh ataupun haram).

Kategori pembagian pertama Ini kategori air yang mutlak, yakni sudah keluar dari batasan apapun, kendati air ini ditemukan warnanya tidak seperti biasanya. Misalkan air sungai yang berubah warnanya menjadi merah. Maka status air tersebut tetap sah untuk digunakan bersuci dari hadats kecil ataupun besar.

2. Air yang suci dan boleh digunakan bersuci akan tetapi makruh digunakan

Pembagian air yang kedua ini ialah ketika air tersebut dipanaskan dengan sinar matahari dan berada didalam wadah atau bejana yang terbuat dari besi ataupun benda apapun yang bisa berkarat. Dan ketentuan ini jika keberadaan air pada kawasan dengan suhu sangat cukup panas seperti di wilayah Makkah dan sekitarnya.

Dengan demikian, wilayah Indonesia tidak termasuk daerah dengan suhu udara yang cukup panas. Oleh karenya, kemakruhan akan air tersebut tidaklah diberlakukan bagi warganya, pun juga untuk negara-negara dengan iklim sejuk.

Diterangkan juga, mengapa dimakruhkan air tersebut ialah karena bisa membahayakan pada kulit akibat karat yang ditimbulkan dari wadah atau bejana yang disebabkan panasnya matahari.

Terkait keterangan pembagian air yang kedua ini, kemakruhan juga tidak berlaku apabila wadah air terbuat dari emas maupun perak, hukum tidak dimakruhkannya dengan alasan bahwa bersihnya kedua benda tersebut. Akan tetapi statusnya diharamkan menggunakan emas dan perak.

Sementara imam Nawawi sebagaimana diterangkan juga dalam Fathal Qarib, tidaklah menghukumi makruh bersuci dengan air yang berada dalam wadah yang terbuat dari besi tersebut.

Penulis: Ghofur hasbullahEditor: Khoifaturrahman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *