Lensa mahasiswa
Media pers IAI At-Taqwa Bondowoso- bergerak lewat tulisan bergerak dengan karya

Menelusuri Jejak Islam di Bumi Ki Ronggo: Sejarah, Tradisi, dan Budaya Bondowoso

Jejak Sejarah Bondowoso:  Islam sebagai Pengikat Persatuan

Bondowoso, nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, menyimpan sejuta pesona di balik gunung Ijen yang megah. Terletak di Provinsi Jawa Timur, kabupaten ini menawarkan panorama alam yang memukau, budaya yang kaya, dan sejarah yang menarik untuk dijelajahi. Bondowoso, yang dikenal dengan sebutan “Kota Tape”, menyimpan kekayaan sejarah, tradisi, dan budaya yang tak terpisahkan dari pengaruh Islam. Artikel ini akan menelusuri jejak Islam di Bondowoso,  mengungkap bagaimana nilai-nilai Islam berakar kuat dalam kehidupan masyarakat, tercermin dalam berbagai aspek budaya, mulai dari sejarah hingga tradisi lokal.

Jejak Sejarah Bondowoso:  Islam sebagai Pengikat Persatuan

Sejarah Bondowoso tak lepas dari peran Ki Ronggo, seorang tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Bagus Asra, adalah bupati pertama di kota Bondowoso dan seorang tokoh kunci dalam sejarah pembentukan kabupaten tersebut yang diyakini sebagai bupati pertama di wilayah ini. Wilayah Kabupaten Bondowoso dahulunya merupakan bagian dari wilayah Besuki yang sekarang masuk menjadi wilayah Situbondo. Sejarah Kabupaten Bondowoso berawal dari pemberontakan Ke Lesap terhadap Adikoro IV yang merupakan menantu Tjakraningrat Bangkalan, Madura. Pemberontakan Ke Lesap terjadi pada tahun 1743. Dalam pertempuran di desa Bulangan, Adikoro IV meninggal dunia. Adikoro IV memiliki beberapa anak, salah satunya Demang Walikromo. Demang Walikromo ini memiliki anak bernama Raden Bagus Assra.

Karena kondisi yang tidak kondusif, Nyi Sedabulangan atau istri Adikoro IV membawa lari Raden Bagus Assra ke wilayah Besuki. Pelarian ini dilakukan secara besar-besaran oleh para pengikut Adikoro IV. Raden Bagus Assra turut dibawa oleh neneknya untuk menjamin keselamatannya. Di Besuki, Raden Bagus Assra diasuh oleh Ke Patih Alus, Patih Wiropuro. Raden Bagus Assra mendapatkan pengajaran baik ilmu kanuragan maupun ilmu agama.

Memasuki usia 17 tahun, Raden Bagus Assra diangkat menjadi Menteri Anom dengan gelar Abhiseka Mas Astruno. Bagus Assra juga dinikahkan dengan putri Bupati Probolinggo. Setelah itu, Raden Bagus Assra ditugaskan untuk melakukan perluasan wilayah. Memasuki tahun 1794, Bagus Assra berhasil menemukan daerah strategis yang kini menjadi Kabupaten Bondowoso. Dengan demikian, Raden Bagus Assra dianggap sebagai penemu sekaligus pendiri wilayah Bondowoso. Belanda yang sudah lama memasukkan wilayah itu sebagai kekuasaannya kemudian melepaskan wilayah baru Bondowoso itu dari Besuki. Bondowoso lantas dikukuhkan sebagai pemerintahan mandiri dengan status Keranggan Bondowoso.

Raden Bagus Assra atau Mas Ngabehi Astrotruno diangkat sebagai penguasa wilayah sekaligus pemimpin agama pada 17 Agustus 1819Ki Ronggo dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan berwibawa,  yang berhasil mempersatukan berbagai kelompok masyarakat di Bondowoso. yang dikenal sebagai sosok bijaksana dan berwibawa, yang berhasil mempersatukan berbagai kelompok masyarakat di Bondowoso.  Dalam proses pemersatuan ini, Islam berperan penting sebagai perekat dan pemersatu,  menciptakan rasa persaudaraan dan toleransi antar warga. Pada zaman dulu masyarakat Bondowoso masih banyak yang menyembah bangunan-bangunan monolit dari batu besar seperti jenis megalitik yang dianggap suci dalam upaya mengagumkan arwah leluhur nenek moyang. Hal ini terjadi sebelum Raden Bagus Assra datang untuk membangun kota sekaligus menyebarkan Islam dengan berdakwah sebagai mubaligh yang namanya tetap harum hingga kini.

Islam masuk ke Bondowoso  diperkirakan pada abad ke-15,  diperkenalkan oleh para pedagang dan ulama dari berbagai daerah. Pengaruh Islam semakin kuat setelah berdirinya pesantren dan masjid di berbagai wilayah. Pada masa penjajahan Belanda, Bondowoso mengalami perubahan signifikan. Sistem pemerintahan tradisional digantikan dengan sistem pemerintahan kolonial. Namun, islam tetap menjadi kekuatan penting dalam kehidupan masyarakat Bondowoso.

Sejarah dan keislaman Bondowoso saling terkait erat, menciptakan keunikan dan kekayaan budaya yang  menarik. Islam  telah  berperan penting dalam membentuk identitas dan tradisi masyarakat Bondowoso,  sekaligus  menyerap  dan  mengarahkan  nilai-nilai budaya lokal.  Bondowoso  menjadi  contoh  bagaimana  agama dan budaya dapat  saling melengkapi dan  berkembang  bersama.

Tradisi Lokal:  Wajah Islam yang Ramah

Bondowoso menyimpan kekayaan tradisi lokal yang unik dan bermakna. Tradisi-tradisi ini telah diwariskan turun temurun dan menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Bondowoso. Tradisi lokal ini mencerminkan nilai- nilai kearifan lokal dan keislaman.Berikut beberapa tradisi lokal di Bondowoso;

  1. Cerita rakyat Singo Ulung merupakan kesenian tradisional yang menampilkan tarian singa. Singo Ulung sering dipertunjukkan dalam festival Muharram atau upacara bersih desa.Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai Islam yang ramah dan toleran.Cerita Singo Ulung, yang menceritakan tentang seorang tokoh pemimpin yang adil dan bijaksana, mengajarkan nilai-nilai kepribadian, religiusitas, dan sosial yang selaras dengan ajaran Islam.
  2. Ojungan, Ojungan adalah tradisi unik yang melibatkan pertarungan menggunakan tongkat kayu. Tradisi ini dipercaya berasal dari masa perlawanan terhadap penjajah. Ojung atau juga disebut Ojungan merupakan salah satu tradisi masyarakat Bondowoso yang sedikit tekesan ekstrim. Pertunjukan kesenian yang satu ini memadukan ketangkasan, seni, religi dan beladiri dimana para peserta akan saling cambuk menggunakan rotan tanpa menggunakan pelindung tubuh samasekali. Biasanya kesenian ini digunakan sebagai ritual untuk menurunkan hujan ketika di Bondowoso mengalami musim kemarau panjang. Para pemain Ojung percaya bahwa semakin banyak darah yang diteteskan akan semakin cepat turun hujan. Selama pertujukan berlangsung, penonton usah panik karena tak ada dendam di sini, selesai acara mereka akan saling berjabat tangan menandakan perdamaian. Sekarang ini Ritual Ojung sudah dikemas dalam bentuk tarian yang bisanya dibawakan satu paket dengan tari Singo Ulung dan Topeng Kona. Meskipun tidak ada dalil eksplisit dalam Al-Quran atau Hadits yang secara langsung membahas tradisi ini, beberapa aspek dapat dikaitkan dengan nilai-nilai Islam. Ojungan dapat dimaknai sebagai bentuk latihan fisik dan mental yang bertujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Dalam Islam, menjaga keamanan dan ketertiban merupakan kewajiban bagi setiap individu. Ojungan mengajarkan disiplin, sportivitas, dan pengendalian diri. Dalam Islam, pentingnya disiplin dan sportivitas dalam kehidupan sehari-hari juga ditekankan. Penting untuk  menilai  apakah tradisi ini  sesuai  dengan nilai-nilai Islam atau tidak. Tradisi Ojungan  harus  dijalankan  dengan  bijak  dan  tidak  melanggar  prinsip-prinsip
  3. Rokatan Bhumih, sebuah tradisi lokal di Bondowoso yang dilakukan menjelang panen raya kopi, memiliki makna yang dalam dalam konteks Islam. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran atau hadits, tradisi ini dapat diinterpretasikan sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang diberikan. Rokatan Bhumih melibatkan doa dan persembahan kepada alam, yang dapat diartikan sebagai bentuk pengakuan atas kekuasaan Allah SWT sebagai pencipta alam semesta. Tradisi ini mengajarkan pentingnya mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT, baik berupa hasil bumi maupun kesehatan dan kesejahteraan. Ritual ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan upaya untuk menjaga keberlanjutannya. Tradisi ini mengajarkan pentingnya merawat lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem untuk kelestarian alam dan keberlanjutan kehidupan.Rokatan Bhumih juga dapat diartikan sebagai bentuk pengakuan atas keterbatasan manusia dan melepas kesombongan. Tradisi ini mengajarkan bahwa manusia hanyalah makhluk yang lemah dan membutuhkan pertolongan Allah SWT dalam segala hal.

Tidak hanya itu masih banyak lagi tradisi lokal di Bondowoso yang menunjukkan bagaimana Islam telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat Bondowoso, mewarnai nilai-nilai dan norma sosial yang dianut. Tradisi lokal dan upacara keagamaan di Bondowoso mencerminkan perpaduan unik antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal. Tradisi-tradisi ini merupakan warisan berharga yang perlu dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Upacara Keagamaan:  Perpaduan Islam dan Kearifan Lokal

Upacara keagamaan di Bondowoso menunjukkan perpaduan unik antara ajaran Islam dan kearifan lokal.  Tradisi-tradisi ini telah berkembang selama berabad-abad, mencerminkan akulturasi budaya yang kaya dan harmonis. Seperti;

  1. peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, menunjukkan perpaduan harmonis antara ajaran Islam dengan kearifan lokal.  Upacara ini dirayakan dengan penuh khidmat,  diiringi dengan lantunan sholawat dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran.  Namun,  upacara ini juga diwarnai dengan tradisi lokal, seperti tarian dan sajian makanan khas Bondowoso.  Perpaduan ini menunjukkan bagaimana Islam di Bondowoso tidak hanya dipraktikkan secara formal,  tetapi juga diintegrasikan ke dalam budaya dan tradisi lokal.
  2. Tidak hanya itu Bondowoso juga memiliki beragam upacara keagamaan seperti Tradisi Arebbe Lontong di Bondowoso, Istilah “Arebbe” berasal dari bahasa Madura, yang berarti “mengantar” atau “membawa”. Hal ini menunjukkan pengaruh budaya Madura yang kuat di wilayah Bondowoso yang dirayakan pada tanggal 7 Syawal, merupakan perpaduan unik antara nilai-nilai Islam dan kearifan lokal. Tradisi ini mencerminkan semangat syukur, persaudaraan, dan berbagi yang dipadukan dengan kebiasaan dan budaya masyarakat setempat. Arebbe Lontong merupakan bentuk syukur atas keberhasilan menjalankan ibadah puasa Ramadan dan meraih kemenangan di Hari Raya Idul Fitri. Masyarakat membawa lontong dan ketupat ke masjid atau surau sebagai persembahan kepada Allah SWTArebbe Lontong telah diwariskan secara turun temurun di Pondok Pesantren Nurul Islam, Bondowoso, yang berdiri sejak tahun 1768.   Tradisi ini menjadi bagian penting dari budaya masyarakat di sekitar pondok pesantren dan terus dilestarikan hingga saat ini.

Sebagian contoh upacara keagamaan di Bondowoso telah dipaparkan dan masih bajyak lagi yang belum dipaparkan oleh penulis. Upacara keagamaan di Bondowoso merupakan contoh nyata dari perpaduan Islam dan kearifan lokal.  Tradisi-tradisi ini  mencerminkan  keharmonisan  antara  nilai-nilai  agama  dan  budaya,  menghormati  kearifan  lokal,  memperkuat  identitas  lokal,  dan  menciptakan  suasana  yang  damai  dan  harmonis.

Seni dan Budaya:  Ekspresi Keislaman

Kekayaan budaya dan seni yang unik, termasuk ekspresi keislaman yang terjalin erat dengan kearifan lokal.  Ekspresi keislaman di Bondowoso terwujud dalam berbagai bentuk seni dan budaya, seperti musik tradisional dan kesenian wayang kulit,  juga mencerminkan pengaruh Islam.  Musik tradisional Bondowoso, yang sering kali  diiringi dengan alat musik seperti gamelan dan rebana,  sering kali digunakan dalam acara keagamaan, seperti pengajian dan peringatan hari besar Islam.  Wayang kulit,  yang menceritakan kisah-kisah para nabi dan tokoh-tokoh Islam,  menjadi media dakwah yang efektif dalam menyebarkan nilai-nilai Islam di masyarakat. Ekspresi keislaman di Bondowoso terwujud dalam berbagai bentuk seni dan budaya, seperti;

  1. Ronteg Singo Ulung (Singo Ulung): Seni tari yang melibatkan tiga singa, dimainkan oleh dua orang per singa. Asal usulnya terkait dengan tokoh masyarakat Desa Blimbing, Juk Seng dan Jasiman, yang dikenal sakti dan berjasa. Ronteg Singo Ulung sering ditampilkan dalam Festival Muharram di Alun-Alun Bondowoso dan di Padepokan Seni Gema Buana di Prajekan. Ronteg Singo Ulung melambangkan kekuatan, keberanian, dan keadilan, nilai-nilai yang dihormati dalam Islam. Pertunjukan ini juga berfungsi sebagai penghormatan kepada para tokoh masyarakat yang berjasa, sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang menghormati orang tua dan pemimpin.
  2. Wayang Kattok: Wayang kulit yang menceritakan kisah perjuangan rakyat Bondowoso saat penjajahan, seperti peristiwa Gerbong Maut. Wayang Kattok diprakarsai oleh Kakek Ramidin dan Alm Arji pada tahun 1947. Wayang Kattok mengandung pesan moral dan nilai-nilai keislaman, seperti perjuangan melawan ketidakadilan, pentingnya persatuan dan kesatuan, serta semangat pantang menyerah. Cerita-cerita dalam wayang kattok seringkali mengambil inspirasi dari kisah-kisah dalam Islam, seperti kisah para nabi dan sahabat.
  3. Banjari: Seni musik tradisional Islam yang menggabungkan unsur-unsur keislaman dengan warisan budaya lokal. Banjari berkembang di Indonesia, terutama di Jawa dan Sumatera. Banjari seringkali menampilkan lagu-lagu bertema keagamaan, seperti syair tentang Nabi Muhammad SAW, pujian kepada Allah SWT, dan nasihat-nasihat tentang kehidupan. Musik banjari juga digunakan dalam berbagai acara keagamaan, seperti pengajian, maulid Nabi, dan peringatan hari besar Islam.

Ekspresi keislaman di Bondowoso merupakan perpaduan unik antara nilai-nilai Islam dan kearifan lokal. Seni dan budaya di Bondowoso mencerminkan semangat syukur, persaudaraan, dan berbagi, serta menunjukkan pengaruh budaya Jawa Timur dan Madura. Tradisi dan upacara keagamaan di Bondowoso menjadi bukti nyata dari akulturasi budaya yang harmonis.

Kesimpulan:  Islam sebagai Jiwa Bondowoso

Islam telah menjadi jiwa Bondowoso, membentuk budaya, nilai-nilai moral, dan kehidupan spiritual masyarakatnya.  Pengaruh Islam terlihat dalam berbagai tradisi, ritual, dan seni budaya yang berkembang di kota ini.  Islam tidak hanya mengajarkan tentang ritual keagamaan, tetapi juga tentang etika sosial, kepedulian terhadap alam, dan pentingnya penyucian jiwa.  Wali Allah menjadi inspirasi bagi masyarakat Bondowoso untuk hidup beriman dan berakhlak mulia. Islam telah menjadi bagian integral dari sejarah, tradisi, dan budaya Bondowoso.  Nilai-nilai Islam telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat,  tercermin dalam berbagai aspek budaya,  mulai dari sejarah hingga tradisi lokal.  Islam di Bondowoso tidak hanya dipraktikkan secara formal,  tetapi juga diintegrasikan ke dalam budaya dan tradisi lokal,  menciptakan sebuah harmoni yang unik dan khas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *